HISTORIS.id – Masyarakat muslim di Indonesia akan merayakan hari Lebaran Idul Fitri hari ini, Rabu (10/4/2024). Saat Hari Raya Idul Fitri, ketupat menjadi makanan wajib saat merayakan momen lebaran. Makanan ini biasanya menjadi teman hidangan bersama opor ayam hingga daging rendang.
Lebaran Ketupat merupakan tradisi unik masyarakat muslim Jawa di bulan Syawal.
Lebaran Ketupat dirayakan oleh masyarakat Jawa dengan berkumpul bersama keluarga, menyambangi sanak saudara, menggelar acara hajatan, dan reuni bersama teman-teman lama.
Masyarakat Jawa selalu merayakan Lebaran Ketupat setiap tahun. Hal ini tidak terlepas dari sejarah Lebaran ketupat dan maknanya yang begitu berarti dalam kehidupan masyarakat Jawa. Berikut pembahasan mengenai sejarah dan makna Lebaran Ketupat yang menjadi tradisi masyarakat muslim Jawa.
Apa itu Lebaran Ketupat?
Dalam catatan situs Universitas Stekom Pusat, lebaran ketupat atau riyoyo ketupat merupakan tradisi peringatan hari raya Idul Fitri di Indonesia, khususnya masyarakat Jawa. Lebaran ketupat biasanya dilaksanakan satu minggu setelah hari raya Idul Fitri, yaitu pada 8 Syawal dan ditandai dengan memakan ketupat. Di beberapa wilayah, tradisi Lebaran Ketupat juga dikenal sebagai kegiatan Syawalan.
Sejarah Lebaran Ketupat
Mengutip laman NU Online, masyarakat Jawa mempercayai lebaran ketupat diperkenalkan pertama kali oleh Sunan Kalijaga. Tradisi tersebut muncul pada era Wali Songo dimana masyarakat Nusantara sering mengadakan tradisi slametan.
Pada zaman dulu, Sunan Kalijaga memperkenalkan dua istilah yaitu Bakda Lebaran yang merupakan tradisi silaturahmi dan bermaaf-maafan setelah sholat Idul Fitri, dan Bakda Kupat (Lebaran Ketupat) yang merupakan perayaan sepekan setelah Idul Fitri.
Lebaran Ketupat diperkenalkan Sunan Kalijaga sebagai pelengkap puasa Ramadhan untuk menggenapkan perhitungan puasa satu tahun dalam puasa sunnah 6 hari di bulan Syawal. Oleh karena itu, dilakukanlah perayaan lebaran Lebaran Ketupat sebagai hari kemenangan telah dilaksanakannya puasa selama satu tahun.
Tradisi lebaran ketupat kemudian dijadikan sebagai sarana untuk mengenalkan ajaran Islam tentang cara bersyukur kepada Allah SWT, bersedekah, dan bersilaturahmi di hari lebaran.
Makna Lebaran Ketupat
Tujuan perayaan Lebaran Ketupat tidak terlepas dari makna filosofis ketupat. Menurut buku ‘Fenomena Sosial Keagamaan Masyarakat Jawa dalam Kajian Sosiologi’ (2021) oleh Lilik Setiawan dkk, ketupat melambangkan simbol permintaan maaf dan juga keberkahan. Bahan utama dari ketupat yaitu nasi dan daun kelapa muda memiliki arti khusus. Nasi dianggap sebagai lambang nafsu, sedangkan daun kelapa muda atau janur melambangkan ‘jati ning nur’ yang artinya hati nurani.
Melalui simbolisasi ketupat tersebut, manusia diharapkan mampu menahan nafsu dunia dengan hati nuraninya. Selain itu ketupat juga didefinisikan sebagai “jarwa dhosok’ atau berarti ‘ngaku lepat’. Terdapat pesan bahwa seseorang harus meminta maaf ketika mereka melakukan sesuatu yang salah.
Bungkus ketupat yang terbuat dari janur kuning melambangkan penolak bala bagi orang Jawa. Ketupat yang sudah matang akan digantung di atas kusen pintu depan rumah dalam jangka waktu berhari-hari bahkan berbulan-bulan sampai kering.
Bentuk segi empat ketupat mencerminkan prinsip “kiblat papat lima pancer,” yang bermakna bahwa kemanapun manusia menuju, pasti selalu kembali kepada Allah. Anyaman ketupat yang rumit juga dimaknai sebagai cerminan dari berbagai macam kesalahan manusia. Sedangkan warna putih ketupat ketika dibelah dua mencerminkan kebersihan dan kesucian setelah memohon ampun dari kesalahan.
Lebaran Ketupat merupakan perayaan yang menjadi penyempurna momen kemenangan Idul Fitri. Selain itu, Lebaran Ketupat terus dirayakan setiap tahunnya karena mengandung filosofis yang begitu bermakna bagi kehidupan masyarakat Jawa. (*)